Berita Liputan 1 - Ketika pasien penyakit ginjal sudah berada pada stadium lima, yaitu stadium akhir, pengobatannya adalah pasien harus menjalani pengobatan hemodialisa atau biasa disebut cuci darah. Pilihan lainnya adalah transplantasi ginjal.
Namun tahukah kamu, selain dengan kedua cara itu, ada cara pengobatan lain yang sebenarnya lebih efektif untuk pengobatan penyakit ginjal pada stadium akhir. Tetapi, masih banyak dari masyarakat Indonesia yang belum mengetahuinya.
"Kalau sudah stadium lima, atau stadium akhir ini, semua orang tahu harus cuci darah, lain halnya dengan tindakan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) yang hanya diketahui sangat sedikit oleh masyarakat Indonesia," kata dr. Tunggul D Situmorang, Sp. PD-KGH, kepada AkuratHealth, di JS Luwansa, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Menurutnya, informasi tentang CAPD belum menyeluruh di Indonesia. Dirinya juga mengatakan, padahal CAPD merupakan teknik terapi gagal ginjal tahap akhir yang lebih efisien dibanding Hemodialisa (HD) atau biasa dikenal dengan cuci darah.
"Terapi CAPD ini juga cukup singkat untuk dilakukan, dan bisa dilakukan sendiri, dimana pun kapan pun, lima menit paling cepat juga bisa. Berbeda dengan HD yang harus dilakukan di Rumah Sakit, empat hingga lima jam dalam sehari," jelasnya.
Dikatakan lebih bagus CAPD karena prosesnya yang lebih alami, dan tidak menganggu tekanan darah, tidak memiliki risiko terhadap jantung, dan sebagainya. Maka, CAPD adalah pilihan paling awal ini harusnya pilih jika pasien penyakit ginjal menginjak stadium akhir.
"Di beberapa negara CAPD di gratiskan pilihan pengobatan yang lain nggak digratiskan. Jadi kayak diharuskan gitu,digiring. Di Indonesia juga jangan khawatir, CAPD masuk dalam anggaran BPJS tapi kurang populer aja. Ketersediaanya ada, cairan tersedia banyak, cuma masih diimport," lanjutnya.
Menurut data Perkumpulan Nefrologi Indonesia (Pernefri), penggunaan CAPD masih sangat timpang dibanding hemodialisis. Pengguna CAPD baru dijalankan oleh sekitar 1.230 pengidap gagal ginjal tahap akhir, sedangkan hemodialisis sudah dipakai lebih dari 20 ribu orang dengan gangguan ginjal yang sama.
"Data kami menunjukan kendalanya tidak popular, hanya sekitar dua persen pengguna CAPD ini. Makanya kami terus mengampanyekan, memberi penyuluhan tentang ini. Kemudian harus ditingkatkan lagi juga tenaga kesahatan yang terlatih yang bisa melatih pasien, karena pasien kan mandiri nanti pengerjaannya," kata dr. Aida Lydia, PhD, Sp. PD KGH, Ketua Umum Pernefri.
"CAPD ini filter yang dapat membuang limbah metabolisme tadi, dimasukan sejumlah cairan dalam perutnya, kemudian racun-racun pindah ke dalam cairan tersebut. Dilakukan empat kali sehari, bisa dimana saja asal di ruangan bersih, tak harus steril. Pengerjaannya juga mudah, dikasih tahu sekali juga biasanya sudah paham," lanjut Aida.
Untuk kekurangannya atau risiko buruk yang dapat terjadi pada tindakan CAPD ini, Aida mengatakan sangat sedikit sekali dan bisa dicegah. Risiko yang di maksud adalah infeksi. Tapi itu bisa dicegah dengan disiplin, cuci tangan sebelum penindakan, dan dilakukan dalam ruangan bersih.
"Yang paling ideal memang tranplantasi, dia dapat menggantikan seluruh fungsi ginjal yang rusak. Tapi kan tidak mudah mendapatkan ginjal baru itu. Sambil menunggu tentunya butuh mantanance, agar fungsi ginjal tidak terus menurun. Dan paling efektif itu CAPD," tutup dokter Tunggul.[]
Sumber : Akurat.co
Komentar
Posting Komentar